Posted by herimulyadi on 27/03/2013 in Uncategorized | ∞
Saat ini Istana Kerajaan Gunung Sahilan
merupakan salah satu situs Nasional di Kabupaten Kampar. Penanganan
situs Nasional Istana Gunung Sahilan telah ditangani secara Nasional dan
Provinsi.
Sudah ada kesepakatan antara Pemkab
Kampar dan Pemda Provinsi Riau dalam bentuk sharing budget dan sharing
program tentang pengembangan dan renovasi Istana Gunung Sahilan. Pemkab
Kampar telah memenuhi kewajibannya dalam bentuk melakukan pembebasan
lahan seluas 2 Ha pada tahun 2011. Sementara kewajiban Pemda Provinsi
Riau melanjutkannya dengan melakukan pembangunan sarana dan prasarana
serta renovasi di kompleks Istana Gunung Sahilan.
Jejak sejarah mencatat bahwa wilayah
Rantau Kampar Kiri, sudah dikenal dalam catatan sejarah semenjak abad
mula sejarah Nusantara (abad 1-5 M ), di dalam tambo adat Kampar
dikatakan “Undang-Undang di Kampar Kiri”. Wilayah Rantau Kampar Kiri
sangat identik dengan wilayah eks Kerajaan Gunung Sahilan. Hal ini
disebabkan karena Kerajaan Gunung Sahilan adalah kerajaan yang paling
lama hampir 400 tahun menguasai dan memerintah di wilayah hukum adat
Rantau Kampar Kiri.
Kerajaan Gunung Sahilan merupakan puncak
dari sistem sosial (perasaan kesebangsaan/raison d’entre) dari
masyarakat adat Rantau Kampar Kiri, sehingga melahirkan suatu
kelembagaan politik yang bernama Kerajaan Gunung Sahilan.
Jika dilihat secara geografis wilayah
bekas Kerajaan Gunung Sahilan itu terletak di Kabupaten Kampar Provinsi
Riau. Secara topografis maka wilayah bekas Kerajaan Gunung Sahilan
adalah hampir sama dengan wilayah Rantau Kampar Kiri saat ini.
Wilayah Kampar Kiri yang dulunya secara
pemerintahan bernama Kecamatan Kampar Kiri akhirnya mengalami pemekaran
wilayah pemerintahan sehingga menjadi lima wilayah kecamatan di dalam
daerah otonom Kabupaten Kampar yaitu; Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri
Hulu, Kampar Kiri Hilir, Kampar Kiri Tengah dan Kecamatan Gunung
Sahilan.
Luas wilayah bekas Kerajaan Gunung
Sahilan sama dengan luas Kecamatan Kampar Kiri asal yaitu seluas 347.578
Ha. Di dalam pembahagian wilayah berdasarkan hukum adat Kerajaan Gunung
Sahilan wilayah Kerajaan ini adalah “Dari Pangkalan yang duo laras,
Pangkalan Serai di laras kiri dan Pangkalan Kapas di laras kanan dihulu
Sungai Subayang dan Sungai Batang Bio sampai ke Muara Langgai”.
Secara adat maka wilayah Kerajaan Gunung
Sahilan dibagi menjadi tiga Rantau yaitu, pertama Rantau Daulat dari
Muara Langgai sampai ke Muara Singingi dengan kampung-kampungya,
Mentulik, Sungai Pagar, Jawi-Jawi, Gunung Sahilan, Subarak, Koto Tuo
Lipat Kain. Kedua, Rantau Indo Ajo, mulai dari Muara Singingi sampai ke
Muara Sawa disebut Indo Ajo dengan nama negerinya adalah Lubuk Cimpur
yang disebut dengan kapalo kotonya Gunung Sahilan.
Ketiga, Rantau Andiko dari Muara Sawa
sampai Kepangkalan yang dua laras dengan negeri-negeri Kuntu, Padang
sawah, Domo, Pulau Pencong, Pasir Amo (Gema), Tanjung Belit, Batu
Sanggan, Miring, Gajah Bertalut, Aur Kuning, Terusan, Pangkalan Serai,
Ludai, Koto Lamo dan Pangkalan Kapas. Dan pada awalnya di Rantau Kampar
Kiri terdapat enam negeri asal yakni Negeri Gunung Ibu atau Gunung
Sahilan, Negeri Bungo Setangkai atau Lipat Kain, Negeri Kuntu, Negeri
Domo, Negeri Batu Sanggan dan Negeri Ludai.
Kerajaan Gunung Sahilan secara garis
besarnya dibagi ke dalam dua wilayah besar yaitu Rantau Daulat dan
Rantau Andiko. Rantau daulat adalah daerah pusat kerajaan. Rantau daulat
berpusat di Kenegarian Gunung Sahilan. Sedangkan Rantau Andiko adalah
daerah kekuasaan Khalifah yang berempat di mudik.
Sebelum berdirinya Kerajaan Gunung
Sahilan di Rantau Kampar Kiri pernah dikuasai oleh beberapa kerajaan
antara lain: Kerajaan Dinasti Fatimiyah yang mendirikan Kerajaan Islam
Kuntu Kampar, pendudukan Kerajaan Singosari, dan kekuasaan Dinasti Aru
Barumun dari Tanah Aceh.
Berdirinya Kerajaan Gunung Sahilan tidak
dapat dipisahkan dari Kerajaan Pagaruyung yang didirikan oleh
Adityawarman. Kerajaan Gunung Sahilan pada masa awal berdirinya
diperkirakan pada abad ke 16-17 Masehi merupakan kerajaan bawahan
kerajaan Pagaruyung dan raja-raja yang memerintah di Kerajaan Gunung
Sahilan adalah keturunan raja Pagaruyung atau Raja Muda Kerajaan
Pagaruyung.
Kerajaan Gunung Sahilan berdiri sendiri
sebagai Kerajaan Berdaulat setelah runtuhnya Kerajaan Pagaruyung pada
awal abad ke 18 Masehi akibat perang paderi. Sistem adat-istiadat
Kerajaan Gunung Sahilan adalah sistem adat Kerajaan Pagaruyung yang
sudah dipengaruhi oleh ajaran Islam. Secara ilmiah historis Kerajaan
Gunung Sahilan mengakui kekuasaan Kerajaan Hindia Belanda pada tahun
1905 dan kerajaan Gunung Sahilan berakhir setelah bergabung dengan NKRI.
Kontribusi kerajaan dan rakyat Kerajaan
Gunung Sahilan bagi kemerdekaan cukup besar, terutama dukungan kerajaan
terhadap kemerdekaan dan kontribusi rakyat dalam mempertahankan
kemerdekaan pada masa agresi militer Belanda I dan II dimana wilayah eks
Kerajaan Gunung Sahilan adalah basis pertahanan Militer Republik dengan
nama Resort Riau Selatan yang tidak pernah mampu ditembus oleh Agresi
Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II.
Di Kerajaan Gunung Sahilan pemerintahan
tertinggi ditangan Raja yang menguasai adat (pemerintahan) dan ibadat
(keagamaan). Gelar raja Kerajaan Gunung Sahilan adalah “Tengku Yang
Dipertuan Besar” dan untuk Raja Ibadat “Tengku Yang Dipertuan Sati”.
Kedudukan Raja dalam Kerajaan Gunung
Sahilan adalah sebagai Lambang Negara Kerajaan, sementara pemerintahan
dalam artian eksekutif dikendalikan oleh lembaga ini disebut Kerapatan
Khalifah nan berempat dimudik berlima dengan Dt. Besar Khalifah Van
Kampar kiri.
Kedudukan para khalifah ini dalam
Kerajaan Gunung Sahilan adalah sebagai Majelis Menteri (Kementerian)
dimana fungsinya dibagi menurut bagian-bagian tertentu.
Kerajaan Gunung Sahilan diperkirakan berdiri sekitar abad ke 16-17, dan berakhir pada tahun 1946.
Kerajaan Gunung Sahilan berdiri selama
lebih kurang 300 tahun. Selama itu Kerajaan Gunung Sahilan diperintah
oleh Sembilan orang Raja atau Sultan dan satu orang Putra Mahkota yang
akan dinobatkan menjadi Sultan apabila raja yang terakhir wafat.
Sembilan Raja dan satu orang Putra Mahkota itu adalah sebagai berikut :
Pertama, Tengku yang Dipertuan Bujang Sati bergelar Sutan Pangubayang diperkirakan tahun 1700-1730. Mangkat di Pagaruyung merupakan anak raja yang dijemput ke Pagaruyung.
Kedua, Tengku Yang dipertuan Nan Elok, 1730-1760, mangkat di Mekah. Ketiga, Tengku yang Dipertuan Muda I, 1760-1800, Mangkat di Pulau Gameran Laut Merah. Keempat, Tengku yang Dipertuan Hitam 1800-1840, mangkat di Gunung Sahilan.
Pertama, Tengku yang Dipertuan Bujang Sati bergelar Sutan Pangubayang diperkirakan tahun 1700-1730. Mangkat di Pagaruyung merupakan anak raja yang dijemput ke Pagaruyung.
Kedua, Tengku Yang dipertuan Nan Elok, 1730-1760, mangkat di Mekah. Ketiga, Tengku yang Dipertuan Muda I, 1760-1800, Mangkat di Pulau Gameran Laut Merah. Keempat, Tengku yang Dipertuan Hitam 1800-1840, mangkat di Gunung Sahilan.
Kelima, Tengku yang Dipertuan Abdul Jalil
Khalifatullah, 1840-1870, mangkat di Jeddah. Keenam, Tengku yang
Dipertuan Besar Tengku Daulat, 1870-1905. Ketujuh, Tengku Abdurrahman
yang Dipertuan Muda. Kedelapan Tengku Sulung yang Dipertuan Besar,
1930-1945 (Raja Adat)
Kesembilan, Tengku Haji Abdullah Yang Dipertuan Sati 1930-1945 (Raja Ibadat). Kesepuluh Tengku Ghazali (putra Mahkota) dilantik pada tahun 1939, akan tetapi belum dinobatkan sebagai Sultan/Raja.
Kesembilan, Tengku Haji Abdullah Yang Dipertuan Sati 1930-1945 (Raja Ibadat). Kesepuluh Tengku Ghazali (putra Mahkota) dilantik pada tahun 1939, akan tetapi belum dinobatkan sebagai Sultan/Raja.
Sementara menurut daftar silsilah
raja-raja kerajaan Gunung Sahilan yang dibuat oleh Drs. H. Darmansyah,
25 September 1992, bahwa kerajaan Gunung Sahilan telah diperintah oleh
10 orang raja dan satu orang putra mahkota yang akan dinobatkan apabila
raja yang terakhir wafat.
Akan tetapi putra mahkota yang dilantik
pada tahun 1939 tidak jadi dinobatkan menjadi sultan Gunung Sahilan
berhubung Kerajaan Gunung Sahilan sudah berintegrasi dengan Republik
Indonesia pada tahun 1946.
Urutan silsilah raja-raja Gunung Sahilan
itu adalah sebagai berikut : Pertama, Raja Mangiang, adalah raja pertama
di kerajaan Gunung sahilan, merupakan keturunan raja Gamayung Panitahan
Sungai Tarap, kuburannya di dekat Masjid Sahilan. Kedua,
Raja bersusu empat, kuburannya berdekatan dengan Raja Mangiang. Ketiga, Sultan dipertuan Sakti Sultan Bujang, kuburannya di Kapalo Koto Gunung Sahilan. Keempat, Sultan yang dipertuan Muda, kuburannya di Kapalo Koto Gunung sahilan. Kelima Sultan yang dipertuan Hitam, kuburannya di Kapalo Koto Gunung Sahilan.
Raja bersusu empat, kuburannya berdekatan dengan Raja Mangiang. Ketiga, Sultan dipertuan Sakti Sultan Bujang, kuburannya di Kapalo Koto Gunung Sahilan. Keempat, Sultan yang dipertuan Muda, kuburannya di Kapalo Koto Gunung sahilan. Kelima Sultan yang dipertuan Hitam, kuburannya di Kapalo Koto Gunung Sahilan.
Keenam, Sultan Yang Dipertuan Besar,
kuburannya di kota suci Mekah. Ketujuh, Sultan Abdul Jalil yang
dipertuan Besar Sultan Daulat, kuburannya di Kapalo Koto Gunung Sahilan.
Kedelapan, Sultan Abdurrahman Yang Dipertuan Muda, kuburannya di Jeddah. Kesembilan, Sultan Abdullah Sayyah gelar Yang Dipertuan Besar Tengku Sulung, kuburannya di RSUD Pekanbaru, 18 Maret 1951.
Kesepuluh Sultan Abdullah Hassan Tengku Yang Dipertuan Sakti, kuburannya di Lipat Kain pada 8 Desember 1957. Kesebelas Tengku Ghazali (putra mahkota dinobatkan pada tahun 1941), kuburannya di RSUD Pekanbaru pada tanggal, 26 Juni 1975.
Kedelapan, Sultan Abdurrahman Yang Dipertuan Muda, kuburannya di Jeddah. Kesembilan, Sultan Abdullah Sayyah gelar Yang Dipertuan Besar Tengku Sulung, kuburannya di RSUD Pekanbaru, 18 Maret 1951.
Kesepuluh Sultan Abdullah Hassan Tengku Yang Dipertuan Sakti, kuburannya di Lipat Kain pada 8 Desember 1957. Kesebelas Tengku Ghazali (putra mahkota dinobatkan pada tahun 1941), kuburannya di RSUD Pekanbaru pada tanggal, 26 Juni 1975.
Raja terakhir Kerajaan Gunung Sahilan
adalah Tengku Ghazali yang tak lain adalah ayahandanya Tengku Nizar yang
pada waktu Pilkada Kampar tahun 2011 ikut menjadi calon Bupati Kampar.
Sedangkan salah seorang putri Tengku Ghazali bernama Putri Indra, lahir
di Gunung Sahilan pada tanggal, 17 Maret 1929. Putri Indra adalah
ibundanya Drs H Azwan, M.Si yang saat ini memangku jabatan sebagai Sekda
Kabupaten Kampar.
Jejak sejarah Kerajaan Gunung Sahilan ini
telah dibukukan Pemda Kampar, tepatnya oleh Dinas Pariwista dan
Kebudayaan Kabupaten Kampar pada tahun 2007 yang lalu. Akhirnya semoga
sejarah juga bercerita tentang hubungan-hubungan peristiwa, peristiwa
yang satu terjadi akibat peristiwa yang lainnya, peristiwa yang lain itu
akan menimbulkan peristiwa yang berikutnya.
(Disajikan kembali oleh Drs H Syamsul
Bahri, M.Si Kepala Dinas Pariwista dan Kebudayaan Kabupaten Kampar dan
Syafrizal Hasan, staf pada Bagian Humas Setda Kampar di Bangkinang).
Sumber:
http://www.situsriau.com/2012/04/sekilas-jejak-sejarah-kerajaan-gunung-sahilan/