Mungkin banyak yang bertanya apa hubungannya pekerjaan dosen dengan "Back to Basic" bukan? Karena profesionalisme sudah diikat pemerintah Indonesia dengan defenisi dosen sebagai Pendidik, banyak yang bertanya apa maksudnya "Basic" pekerjaan dosen itu.
Sebelum mempelajari dasar atau sejarah profesi dosen, mungkin baik juga kita menganalisa profesi TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang sekarang sudah mapan dengan konsep Back to Barrack / Back to Basicnya.
Pada tanggal 20 Mei 1998 Jakarta bergejolak, Indonesia diambang perpecahan, kondisi ekonomi dan sosial Indonesia dipertaruhkan, sejuta protes menunggu untuk diledakkan, namun dari sekian banyak tuntutan rakyat yang menjadi tuntutan utama rakyat diantaranya adalah mengembalikan tentara pada fungsi dasarnya (back to basic).
Sebelum tahun 1998 atau jaman Rezim Presiden Soeharto, Tentara Indonesia (TNI) mempunyai kedudukan istimewa di pemerintahan. Jaman itu TNI mempunyai slogan "Dwi Fungsi", artinya TNI berperan sebagai alat pertahanan dan alat sosial masyarakat. TNI selain alat untuk berperang melawan penjajah dan separatis, juga berperang melawan kemiskinan dan kebodohan, maka tak heran dari jaman itu banyak TNI yang menjadi bupati, gubernur, menteri, anggota dewan, direktur BUMN, hingga TNI yang menjadi camat dan lurah. Lengkaplah sudah pokoknya jaman itu segala lini kepemimpinan masyarakat diisi oleh TNI. Lantas apa hasilnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia?
Sepuluh tahun kepemimpinan Soeharto (1965-1975) memang menghasilkan stabilitas keamanan negara, namun puluhan tahun berikutnya kita menyaksikan sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia yang dikuras habis-habisan. Persekongkolan penguasa (baca: tentara) dan pengusaha membuat komoditas Sumber Daya Alam seperti Minyak, Emas, Kayu, Cengkeh, Karet, Tembakau dieksploitasi, celakanya lagi pegawai negeri dan buruh diperas, gaji mereka tidak pernah dibayar tinggi, petani hanya dipindahkan dan kehidupan keluarga mereka diterlantarkan.
Gambar: Pekerjaan Dosen
Kasus korupsi merebak, dari sektor BUMN, Swasta, Instansi pemerintah hingga sektor perbankan terseret, kita menyaksikan saat itu banyak bank yang kollaps. Krisis yang terjadi saat itu dikenal sebagai "Krisis Moneter" yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan presiden Soeharto.
Banyak pihak menilai kemudian peran TNI saat itu berlebihan, TNI yang diharapkan masyarakat mempunyai fisik yang prima melawan penjajah asing ternyata letoi melawan penjajahan dari bangsa sendiri.
Nah, apakah kaitannya dengan peran Dosen saat ini yang penulis rasa berlebihan? hal ini mungkin terkait dengan pemberhentian Menteri Profesor Satryo yang diawali dengan Unjuk Rasa/ Demo para Tenaga Kependidikan terhadap kepemimpinan Prof Satryo sebagai Menteri Pendidikan Tinggi yang mereka menilai Menteri tersebut tidak mewakili aspirasi para tendik dan pemegang kepentingan di Kementerian Pendidikan Tinggi.
Namun mungkin juga ada kaitannya dengan kesalahan persepsi pemerintah, atau kesalahan persepsi pembuat undang-undang tentang kesetaraan peran anggota masyarakat dalam dunia pendidikan, atau mungkin juga ada peran berlebihan suatu kelompok masyarakat dari suatu undang-undang yang dihasilkan.
Dalam peraturan yang mengatur PTNBH disebutkan berbagai jabatan manajerial disediakan untuk dosen. Mulai dari Direktur, Manajer, Kepala Kantor, dan Kepala berbagai Pusat dan Lembaga diperuntukkan bagi Dosen. Dosen yang secara baku atau secara filosofinya adalah pemimpin di Program Studi dan Jurusan dikembangkan menjadi pemimpin di berbagai lembaga universitas.
Hal ini menjadi dilema karena tugas dosen sebagai orang yang paling mengetahui suatu persoalan secara akademik dihadapkan kepada pengambilan keputusan yang merupakan ranah kebijakan publik yang bersifat makro. Misalnya, seorang Profesor yang pejabat tinggi Universitas yang juga adalah ilmuwan dalam bidang Fisika Material kadang dihadapkan pada tugas keuangan, atau tugas teknis lain yang juga memerlukan keahlian yang setara dengan ilmuwan Fisika Material.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2015 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan Dosen adalah Pendidik Profesional yang juga bertugas sebagai ilmuwan, disini dapat kita lihat multi fungsi dosen yakni sebagai Pendidik sekaligus Ilmuwan. Sebagai Pendidik dosen bertugas mentransformasikan ilmu, sedangkan sebagai ilmuwan, dosen dituntut untuk mempunyai ilmu yang terkini, relevan, holistik, dan mendetail. Masalahnya adalah pada jaman sekarang tidak ada ilmuwan yang ahli pada segala bidang. Ilmuwan pada jaman sekarang hanya ahli pada bidang tertentu, hal ini terbukti dari keahlian seorang profesor, diakui negara hanya pada cabang ilmu tertentu atau ranting ilmu tertentu.
Profesor sebagai pejabat dosen tingkat tertinggi diakui negara keahliannya pada bidang tertentu (Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi sesuai PO Beban Kinerja Dosen tahun 2019), akankah negara mendidik mereka agar menjadi ahli pada semua bidang? Tentu saja hal itu bisa dilakukan, namun tidak semua orang bisa melaksanakan pekerjaan multi fungsi, hanya orang-orang berbakat yang layak mendapat kesempatan itu, termasuk disana tenaga kependidikan juga layak, namun hari-hari ini kita melihat banyak Tenaga Kependidikan di PTN dipinggirkan, sebanyak 700 orang Tendik Universitas Andalas diberhentikan (Januari 2025), sebanyak 76 orang Tendik Universitas Riau diberhentikan (Februari 2025), ini semua disebabkan kurangnya dukungan pejabat PTN (baca: dosen) untuk kelangsungan karier Tendik di PTN.
KERANCUAN PTNBH, MENAMBAH KINERJA DOSEN DAN MEMBUAT DOSEN TIDAK FOKUS DENGAN KEAHLIANNYA.
UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi telah mengatur otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai sebuah Badan Hukum Publik yang otonom dalam penyelenggaraannya. Sementara itu UU Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan Gaji Dosen sudah dialokasikan oleh Negara, dalam praktiknya gaji Dosen dan Tenaga Kependidikan (Tendik) walaupun status PTN sudah otonom (PTNBH) gaji tetap dialokasikan oleh Negara, hal ini berakibat naiknya tuntutan negara kepada pada dosen sebagai pejabat atau pemimpin di PTN.
Mengacu pada Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) PTNBH Universitas Andalas (PP Nomor 95 Tahun 2021) disebutkan bahwa posisi jabatan Direktur, Kasubdit, Manajer dan Kepala Lembaga dapat diisi oleh dosen, dapat dibayangkan maka jabatan teknis yang dahulunya diisi oleh Tenaga Kependidikan akan diisi oleh dosen.
Dengan semangat Hari Pendidikan Nasional tahun 2025 dan Hari Buruh 2 Mei 2025 sudah seharusnya negara mengembalikan dosen ke tempat terhormat di bidangnya, yaitu bidang pendidik, dan juga mengembalikan status terhormat tenaga kependidikan sebagai anggota masyarakat yang juga terhormat dalam bidang2 non pendidik.