Melayu terpisah bukan saat Inggris dan Belanda menandatangani perjanjian pemisahan Johor dan Siak (Riau), namun melayu terpisah saat Inggris menolak proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, ingin tahu alasannya? simak kisah hidup dan video pelaku sejarah berikut:
Ibrahim bin Haji Yaakob, lebih dikenal sebagai Ibrahim Yaacob atau Ibrahim Yacoob atau Ibrahim Yaakob (lahir di Tanjung Kertau, Pahang, 27 November1910 – meninggal di Jakarta, 8 Maret 1979 pada umur 68 tahun) adalah pejuang kemerdekaan Malaya. Ibrahim dilahirkan dari sebuah keluarga keturunan sukuBugis yang merantau ke Pahang di Semenanjung Malaya pada awal abad XIX. Dia merupakan presiden dan pendiri Kesatuan Melayu Muda (KMM) dan merupakan tokoh politik Melayu yang menentang pemerintah kolonial Britania (Inggris) di Malaya. Ibrahim Yaacob merupakan pendukung gagasan "Indonesia Raya" yang menghendaki penyatuan Malaya dengan wilayah bekas Hindia Belanda (kini Indonesia).
Pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta sedang transit dalam perjalanan ke Dalat (sekarang Saigon/Ho Chi Minh City), Vietnam untuk menemui panglima AD Jepang Grup Ekspedisi Selatan yg membawahi Asia Tenggara, Gensui (FieldMarshall) Hisaichi Terauchi. Tujuan kedua tokoh Indonesia tersebut menemui Terauchi adalah membicarakan persiapan kemerdekaan Indonesia.
Pada saat transit, kedua tokoh pejuang Indonesia tersebut disambut oleh massa yg mengibarkan bendera merah putih, yg dipimpin oleh Ibrahim Yacoob dan Dr. Boerhanoeddin Hilmi, tokoh-tokoh KRIS (Kesatoean Ra'jat Indonesia Semenandjoeng). KRIS ini memang dibentuk untuk menyongsong rencana proklamasi kemerdekaan negara baru bernama Indonesia di tanah Semenanjung Malaya dan Singapore!
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, kedua tokoh puak Melayu Malaya tersebut menyampaikan aspirasi rakyat Malaya bahwa tanah Semenanjung bagian tak terpisahkan dari Indonesia Raya dan harus ikut dibicarakan dalam agenda pertemuan dengan penguasa militer Jepang di Dalat.
Sekembali dari Dalat, Soekarno dan Hatta singgah di Taiping, Perak pada 13 Agustus 1945. Di sana ia bertemu kembali Ibrahim Yaacob dkk. Dalam kesempatan itu, Ibrahim Yaacob kembali menyampaikan bahwa kemerdekaan Malaya tercakup dalam Kemerdekaan Indonesia. Konon, mendengar keinginan Ibrahim Yaacob itu, Soekarno pun berkata, “Mari kita ciptakan satu tanah air bagi seluruh tumpah darah Indonesia.” Ibrahim kemudian menjawab, “Kami orang Melayu akan setia menciptakan ibu negeri dengan menyatukan Malaya dengan Indonesia yang merdeka. Kami orang- orang Melayu bertekad untuk menjadi orang Indonesia.” Proklamasi kemerdekaan Indonesia direncanakan pada 24 Agustus 1945 di Jakarta.
Kepergian ke Indonesia dan Terlibat Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949)[sunting | sunting sumber]
Namun, Indonesia memproklamirkan kemerdekannya tanggal 17 Agustus 1945, tanpa mengikutkan Semenanjung Malaya. Banyak anggota KMM di Malaya yang kecewa. Di bulan Agustus juga, Ibrahim Yacoob dan sejumlah petinggi KMM terbang ke Jakarta untuk menemui Soekarno dan para pemimpin Republik lainnya, menagih janji Soekarno dan Muhammad Hatta yg mereka temui di Taiping, Perak, 13 Agustus 1945.
Namun karena situasi belum aman, Soekarno dan Hatta memutuskan untuk menunda pembicaraan penyatuan Malaya tersebut. Yacoob pun diminta Soekarno untuk tidak kembali ke Malaya untuk sementara waktu, mengingat situasi di Malaya sedang chaos dan tentara Inggris sudah lebih dulu mendarat di sana untuk memulihkan keamanan di tanah jajahannya itu. Yacoob yang seorang Letnan Kolonel dan komandan Gyugun Malaya, milisi bentukan Jepang tentunya akan jadi target operasi keamanan yang digelar pasukan kolonial yang sedang euforia kemenangan perang itu. Sementara pemimpin KMM lainnya nekat kembali ke tanah airnya.
Pada 19 Oktober 1945, Ibrahim dan keluarga tiba di Yogyakarta, berganti nama jadi Iskandar Kamel Agastja, dan segera bergabung dengan MBT TKR (Markas Besar Tentara - Tentara Keamanan Rakyat), diperintahkan membentuk Badan Intelijen SOI Seksi E (Luar Negeri) dengan pangkat Letnan Kolonel. Tugas utamanya:
- membangun jaringan intelijen ke Malaya, membantu pergerakan nasionalis di Malaya;
- mengusahakan pengiriman senjata dari Malaya, Rangoon, dan Manila;
- melakukan combat inteligent di semua daerah pendudukan Belanda di Indonesia;
- membentuk dan memimpin GKR (Gerakan Revolusi Rakjat) di Solo menentang PKI (Partai Komunis Indonesia).
Pada Agresi Militer II 19 Desember 1948, Ibrahim bergerilya di daerah Karanganyar dan Merapi, hingga kembali ke Yogyakarta pada Agustus 1949.
Kiprah Politik di Masa Orde Lama (1949 - 1967)[sunting | sunting sumber]
Setelah pengakuan kedaulatan RI, Ibrahim alias Iskandar Kamel memutuskan mengundurkan diri dari ketentaraan dan bergabung ke Kementerian Luar Negerihingga Maret 1951. Saat bertugas di Kementerian Luar Negeri, Ibrahim membentuk KEMAM (Kesatuan Malaya Merdeka) yg berjuang untuk kemerdekaan Malaya dari Indonesia. Di kancah politik, Ibrahim menjadi anggota pimpinan PNI (Partai Nasional Indonesia) cabang Jakarta Raya sampai tahun 1958. Pada masa Demokrasi Terpimpin, Ibrahim sempat menjadi anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) mewakili Riau.
Pertemuan dengan Tunku Abdul Rahman[sunting | sunting sumber]
November 1955, tokoh Malaya Tunku Abdul Rahman berkunjung ke Jakarta atas undangan Soekarno. Ketika itu, Tunku Abdul Rahman dipertemukan dengan Ibrahim Yacoob. Namun ternyata kedua tokoh Malaya ini tetap tidak mau berkompromi, Tunku Abdul Rahman ingin Malaya merdeka di bawah naunganPersemakmuran Inggris/Commonwealth of Nations, sedangkan Ibrahim ingin Malaya bergabung dalam naungan Indonesia Raya. Ibrahim semakin larut dalam perjuangan di negeri leluhurnya.
[Merdeka!] Sejarah Inggris Tolak Tanah Melayu Gabung Indonesia #melayu https://youtu.be/1qP4RPDTqU0